Kamis, 07 Agustus 2008

Fatwa Syekh Ali Jum'ah Muhammad As-Syafi'I: Nabi Muhammad saw hidup dalam kuburnya.


Berikut petikan dari fatwa grand mufti nasional Mesir Prof.Dr.Ali Jum'ah Muhammad As-Syafi'I yang ditulis dalam majalah at-tashowwuf al-islamy yang terbit di mesir.


Sebelum lebih lanjut berbicara mengenai hal itu, terlebih dahulu kita pahami apa yang dimaksud dengan hidupnya nabi saw dikuburnya.
Jika yang dimaksud itu bahwasanya nabi itu tidak pernah meninggal dunia dan ruh beliau tidak pernah dicabut oleh Allah swt maka itu tidak benar. Karena tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam al-qur'an, Allah swt berfirman :

وما جعلنا لبشر من قبلك الخلد افان مت فهم الخالدون (الانبياء : 34)

Artinya Dan kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad) maka jikalau kamu mati,apakah mereka akan kekal.

انك ميت وانهم ميتون (الزمر: 30)

Artinya: sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula


Nabi Muhammad saw sudah wafat meninggalkan dunia ini,akan tetapi hubungan antara kita dan beliau tidak pernah putus begitu beliau wafat. Nabi Muhammad hidup dilain tempat, tidak bersama kita lagi, dalam sebuah hadits kehidupan lain ini dinamakan dengan istilah mamaat.sabda nabi saw

حياتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم ومماتي خير لكم تعرض علي اعمالكم فما رايت من خير حمد الله وما رايت من شر استغفرت الله لكم

Artinya: hidupnya saya adalah kebaikan buat kamu sekalian kamu bisa bicara dengan ku dan akupun bisa bicara dengan kamu sekalian dan meninggalnya saya juga merupakan kebaikan buat kamu,amal-amal kamu datang padaku, kalau aku melihat amal kamu baik maka aku menugucap pujian pada Allah swt,dan jika aku melihat amal kamu sekalian buruk maka akau minta ampun pada Allah buat kamu sekalian


secara bahasa memang mamaat ini berarti wafat dan ruh tidak kembali lagi kejasad tapi tidak begitu kalau kata itu dihugungkan pada nabi.
Diantara dalil yang menegaskan bahwa junjungan Muhammad saw hidup dalam kuburnya,hidup dengan ruh dan jasad bukan hanya hidup dengan ruh saja seperti halnya manusia yang lain ketika sudah wafat adalah hadits berikut :

ما من احد يسلم علي الا رد الله علي روحي حتي ارد عليه السلام(اخرجه احمد

وابو داود والبيهقي . اسناده صحيح)

Artinya : Tiada seorang pun yang mengucap salam padaku kecuali Allah kembalikan ruhku padaku(jasadku) sehingga aku membalas salam orang tersebut (Riwayat :Abu Dawud,Ahmad dan Baihaqi. Kualitas hadits Shohih)


Hadits ini menunjukan pada kita bahwa bahwa ruh nabi Muhammad saw tetap melekat pada jasad beliau didalam kubur dan seterusnya. Ketika ada orang yang mengucap salam pada nabi saw maka ruh beliau dikembalikan lagi oleh Allah pada jasadnya. Dan tentunya setiap saat pasti ada hamba Allah yang mengucap salam pada nabi saw, karena jumlah ummat ini begitu banyak,dalam sholat kita mengucap salam,lagi ceramah kita mengucap salam kepada nabi saw sebagai pembukaaan,acara kenduri juga mengucap salam dan sebagainya. Ummmat islam juga menyebar diberbagai penjuru dunia,dan pastinya mengucap salam dalam waktu yang berbeda-beda. Disamping manusia bangsa jin juga mengucap salam pada nabi Muhammad saw.


Hidup nabi Muhammad saw dialam kubur tidak sama dengan hidup kita yang mana hanya ruh kita saja yang hidup dan ruh itu tidak akan dikembalikan lagi kejasad kita. Walaupun kita masih mempunyai hubungan dengan orang yang masih hidup seperti menjawab salam mereka dan lailn-lain, sedangkan Nabi saw hidup dengan jasadnya.


Hal itu juga diperkuat oleh sebuah hadits sohih yang mengatakan bahwa para nabi hidup didalam kubur mereka dan mereka juga sholat disana.

الانبياء احياء في قبورهم يصلون((أبو يعلى ، والبيهقى فى حياة الأنبياء ، وابن عساكر عن أنس)

Artinya :para nabi hidup dan sholat dalam kubur mereka( HR.Abu Ya'la, Baihaqy dalam kitab hayatul anbiya' dan Ibnu Asakir dari shabat Anas ra. dll)


Hadits ini menunjukan bahwa mereka hidup dengan jasad mereka bukan hanya ruh saja. Sekiranya yang hidup hanya ruh saja maka hadits tersebut tidak menyebutkan tempat yaitu kubur. Dengan disebutnya tempat dimana mereka hidup itu, menunjukan bahwa mereka hidup dengan ruh beserta jasad karena kubur adalah tempat besemayamnya jasad. Kalaulah nabi yang lain hidup dengan ruh dan jasadnya dalam kubur maka nabi Muhammad saw lebih pantas untuk itu, karena beliau sayyidul anbiya(tuan para nabi)pemimpin para rasul dan makhluq Allah yang paling mulya secara muthlaq.


Selain itu juga terdapat sebuah hadits shohih riwayat Imam Muslim yang turut memperkuat hadits diatas. Sabda nabi saw

مررت علي موسي ليلة اسري بي عند الكثيب الاحمر وهو قائم يصلي في قبره (رواه مسلم في صحيحه)

Artinya : saya melewati Musa yang sedang sholat dikuburnya disebuah tumpukan pasir merah pada malam saya dijalankan oleh Allah(malam isro' mi'roj).(HR.Imam Muslim)


Tidak jauh beda dengan hadits diatas,hadits ini menjelaskan secara spesifik peristiwa yang dialami nabi Muhammad ketika malam isro' mi'roj dimana beliau melihat nabi Musa as sholat didalam kuburnya. Dan ini menunjukkan bahwa para nabi itu memang benar-benar hidup dikubur mereka bahkan mereka menyembah tuhannya dalam kubur itu.


Mengenai letak kuburan nabi Musa.as para ulama masih berbeda pendapat tentang itu, dihadits ini juga tidak secara detail dijelaskan letaknya hanya mengatakan di الكثيب الاحمر(tumpukan pasir merah) .barangklali hikmah dari itu adalah mencegah terjadinya hal-hal menyimpang yang dilakukan kaumnya seperti menyembah kuburnya dsb. Imam Al-Hafizd Abdurohim bin Husein Al-Iroqy mengatakan bahwa diatara para nabi hanya kuburan Nabi Muhammad saw yang jelas letaknya.


Dari dalil diatas kita tidak perlu ragu lagi bahwa nabi saw hidup dalam kuburnya dengan ruh beserta jasadnya, Jasad beliau dijaga oleh Allah swt seperti jasad para nabi yang lainnya sabda nabi saw :

ان الله حرم علي الارض ان تاكل اجساد الانبياء(أحمد ، وابن أبى شيبة ، وأبو داود ، والنسائى ، وابن ماجه ، والدارمى)

Artinya : sesenugguhnya Allah swt mengharamkan atas bumi memakan jasad para nabi)HR Ahmad,Ibnu Abi Syaibah,Abu Dawud,An-Nasa'I,Ibnu Majah,Ad-Darimy dll)


Karena itu sangat beruntunglah bagi orang yang selalu bersholawat dan bertaslim pada nabi dalam segala keadaan sebab sholawat dan salam itu akan dibalas oleh nabi Muhammad saw,sholawat dan salam juga akan mempererat hubungan kita dengan junjungan kita,beliau akan memintakan syafaat kepada Allah buat ummatnya yang selalu bersholawat.nabi Muhammad sangat menyayangi ummatnya,oleh karena itu tiada cara lain bagi kita mengapresiasikan itu kecuali dengan membaca sholawat dan salam yang pada akhirnya kembali pada kita juga pahalanya.

wassalam

read more...

Jumat, 11 Juli 2008

Al-Murji’ah;

Cerminan Sikap Pendahulu Yang Terselewengkan


I. Muqaddimah

Menilik perjalanan sejarah akan kita dapati bahwa tak satupun agama yang lahir dimuka bumi ini tanpa mengalami perpecahan yang diawali oleh perbedaan pendapat para pengikutnya setelah kewafatan tokoh sentral suatu agama (nabi). Perbedaan adalah bakat alami yang ada pada manusia, oleh karena itu sangat mustahil rasanya antara satu orang dengan yang lainnya selalu serasi. Kenyataan diatas juga bisa kita lihat dari makhluq-makhluq Allah! tidakkah kita diciptakan berbeda-beda? dari suku bangsa sampai jenis kulit, dari bahasa sampai watak atau tabiat masing-masing suku. Bahkan watak serta pola pikir setiap manusia belum tentu serasi meskipun mereka ia hidup dalam kondisi social yang sama.

Kenyataan-kenyataan diatas sangat pantas dijadikan alasan adanya perbedaan yang nantinya menimbulkan perpecahan yang membagi agama kepada beberapa kelompok. Ditambah lagi kepentingan-kepentingan individu maupun golongan yang ingin selalu benar dan berada diatas. Manusia tidak hanya diberi akal sebagai pembeda yang benar dan yang salah, tapi juga diberi hawa nafsu yang selalu menggoda akal untuk mencari jalan guna memenuhi kebutuhan nafsu itu.

Dari faktor eksternal kita mengenal sosok iblis moyang para syetan yang bersumpah dihadapan Allah akan selalu menyesatkan manusia dengan berbagi cara,musuh yang sangat hebat yang bakal dihadapi manusia yang lahir dimuka bumi ini. Pertikaian kedengkian dan permusuhan tidak lain adalah ulah syetan sebagaimana dinashkan dalam Al-qur’an;

‘Sesungguhnya syetan itu menghendaki permusuhan dan pertikaian diantara kamu’( Q.S.Al-Maidah:19)

Tentu saja ulah syethan ini tidak mengenal pilih. Maka tak heran oarng-orang yang beriman ikut terkena racun yang dibubuhkan musuh utama manusia itu. Perpecahan terjadi dalam tubuh umat islam semenjak kewafatan nabi Muhammad.S.A.W. Qadhiyah imamiyah(masalah kepemimipinan) adalah factor utama perselisihan itu, dimana para sahabat berbeda pandangan tentang sosok yang paling berhak menjadi imam atau khalifah pengganti rasul,saw. Sebagian berpendapat bahwa bangsa quraisy paling berhak, sahabat anshor melihat mereka juga berhak menggantikan rasul,saw menjadi khalifah.

Lambat laun seiring perkembangan zaman dan pergantian generasi, perbedaan yang sebatas qadhiyah imamiyah(masalah kepemimpinan) itu berkembang menjadi perselisihan yang meluas memasuki ranah aqidah yang sangat vital bagi umat islam.

** Santri Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadits wa Ulumuhu, Universitas Al-Azhar, Kairo

Tak jarang satu golongan mengkafirkan golongan lainnya kerena secuil perbedaan, masing-masing beranggapan kebenaran hanya dipihak mereka. Sebagai orang islam yang beriman sudah seharusnya kita menjaga sikap, menata omongan dan membersihkan hati dari kedengkian agar setiap gerak-gerik yang keluar dari pribadi kita tidak menjadi duri bagi manusia lain umumnya dan sesama muslim khususnya, apalagi sampai menyesatkan orang lain, padahal belum kita teliti secara mendalam, hanya ikut-ikutan. Sabda nabi

“orang islam adalah orang yang tangan dan lisannya tidak menjadi petaka bagi saudaranya sesama islam”.(H.R.Imam Muslim)

Perlu digaris bawahi, awalnya perpecahan umat islam menjadi berbagai golongan bukanlah semata-mata karena perbedaan dalam urusan agama(fiqh,theologyataupun akhlaq),tapi perpecahan itu sebenarnya berawal dari masalah siyasi(politik).

Munculnya kelompok seperti syi’ah,khowarij dan murji’ah pada awalnya adalah buah dari perbedaan pendapat mengenai kepmimpinan umat islam kala itu,namun seiring perkembangan zaman,masalah yang sederhana itu kini menjadi problem yang sangat rumit,meluas mencakup masalah aqikdah dan fiqh.berangkat dari sinilah penulis memberi judul diatas untuk makalah ini.

Imam Abdul Halim Mahmud mewanti-wanti akan hal itu dalam bukunya “At-Tafkit Al-Falsfy Fil islam”, beliau bungkus kata-kata dengan indah untuk menolak pendapat extrem dan menekankan sikap hati-hati dalam berbicara tentang aliran-aliran islam karena hal itu menyangkut penjustifikasian terhadap suatu kelompok. Tak pelak Imam Syahrustani pun secara tidak langsung terkena senggolannya[1] (silahkan baca:At-tafkir al-falsafy fil islam milik Abdul Halim Mahmud). Pengkafiran terhadap orang islam sangat tidak dibenarkan dalam islam itu sendiri kalau hanya karena secuil perbedaan. Agama ini adalah agama yang penuh tasamuh(toleransi) baik bagi umat islam sendiri maupun ummat lainnya Mereka yang dianggap kafir adalah orang yang jelas-jelas menyekutukan Allah, tidak mengakuinya serta ingkar terhadap rasul dan risalah yang ia bawa.

Bukankah syrik juga terbagi dua, ada yang kecil dan ada yang besar.Apakah gara-gara riya’ lantaran itu jadi kafir? tentu tidak!

Disamping itu harus kita akui, memang ada dari golongan-golongan itu yang benar-benar menyimpang dari aqidah islam, seperti Ahmadiyyah Mirza Ghulam Ahmad diQadyan India yang mengaku sebagai nabi, namun belum tentu Ahmadiyyah yang lainnya seperti itu! sebelum benar-benar terbukti menyimpang jangan cepat mengkafirkan.

II. Defenisi Dan Latar Belakang Histories Kemunculan

Defenisi

Kata murji’ah adalah isim fa’il dari mashdar irja’ menurut ulama Bashroh atau berasal dari fi’il madhi arja’a menurut ulama kuffah. Imam syahrustani dalam “Al-Milal Wa An-Nihal” mengatakan bahwa irja’ secara bahasa memiliki dua arti:

1. At-Ta’khir(menangguhkan/mengakhirkan). Sebagaimana firman Allah Ta’alaa:

قالوا ارجه واخاه وارسل في المدائن حاشرين

Para pemuka istana Firaun menjawab”Beri tangguhlah Ia dan saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang mengumpulkan ahli sihir”.(Q.S.Al-A’raf:111)

2. I’tho’u Ar-Raja’(memberi harapan).

Kita bisa mendefinisikan murji'ah dengan memakai ma'na pertama yaitu menangguhkan sebab mereka menangguhkan(menomor duakan) perbuatan dan lebih mementingkan niat di hati. Perbuatan bagi mereka adalah hal yang kesekian,yang penting hati tetap beriman.

Adapun jika dipahami dengan arti yang kedua (memberi harapan), juga tidak keliru,sebab mereka sering mengatakan “Ma’shiat tidak membahayakan asal iman masih melekat sebagaimana `tho’at tidak memberi arti apa-apa kalau dalam keadaan kafir”. ungkapan ini mengisyaratkan mereka berpendapat bahwa harapan atau peluang “murtakib kaba’ir”(pendosa besar) masuk surga sama seperti orang yang tidak melakukan dosa besar. Karena pendapat itu maka mereka disebut murji’ah(pemberi harapan),sesuai dengan arti kedua secara bahasa.

Pendapat lain mengatakan bahwa irja’ adalah menangguhkan hukum terhadap pendosa besar sampai hari kiamat, tidak boleh menetukan apakah pendosa besar menjadi penghuni surga atau penghuni neraka sampai datang ketentuan /hukum dari Allah sendiri di hari kiamat[2].

Kesimpulannya bahwa murji'ah adalah sebuah golongan yang menagguhkan(menomorduakan) amal,lebih mementingkan hati. Mereka juga adalah golongan yang berpendapat bahwa harapan pendosa besar untuk masuk surga sama seperti harapannya oarnga yang tidak melakukan dosa besar. Kira-kira inilah definisi meurji'ah dari segi istilah berdasar pada ma'na dari kata irja' dan realitas pendapat mereka.

Historis Awal Kemunculan

Sebelum berbicara panjang lebar tentang historis yang melatar belakangi munculnya kelompok ini, penulis ingin mengatakan bahwa sangat banyak buku yang menyebutkan kronologi awal kemunculan murji’ah, begitu pula buku-buku yang tidak menerangkan kronologi itu namun pembahasannya lebih menjurus pada pembagian dan pandangan-pandangan firqoh(kelompok) ini dalam masalah aqidah maupun amaliah.

Ada sepuluh kitab yang menjadi rujukan penulis tentang murji’ah mulai dari yang paling turots(klassik) seperti “Maqaalaat Al-Islamiyyin Wa Ikhtilaaf Al-Mushallin” karangan syekh ahlus sunnah wal jama’ah Imam Abu Hasan Ali bin Ismail Asy-Arie sampai yang paling kontemporer karangan seorang professor di Al-Azhar yang berjudul “Ushul Al-Firaq Al-Islamiyyah”. Tak lupa pula kitab “At-Tafkir Al-Falsafy fil Islam” karya syekhul islam syeikhul Azhar Imam Abdul Halim Mahmud yang sangat mengesankan penulis, disamping sentilannya yang sangat mengena,beliau juga sangat menekankan kehati-hatian dalam menghukumi setiap firqoh.

Berikutnya buku Imam Abu Zahro’ yang berjudul “Tarikh Al-Madzaahib Al-Islamiyyah” yang dibaca paling akhir dari sepuluh daftar pustaka tersebut Dll. Buku yang paling awwal dibaca penulis adalah “Al-Milal Wa An-Nihal” milik Imam Syahrustani yang tidak menerangkan kronologi histories kemunculan murji’ah, beliau lebih asyik berbicara tentang kelompok-kelompok yang ada pada murji’ah berikut pandangan masing-masing kelompok dalam masalah aqidah dan murtakib khabaa’ir. Dari sepuluh buku yang kami baca, yang paling lengkap menceritakan sejarah murji’ah menurut penulis adalah karya Syekh Abu Zahro’ judulnya“Tariikh Al-Madzaahib Al-Islamiyyah”.

Dalam karyanya itu Imam Abu Zahro’ menyebutkan bahwa kelompok ini berkembang di tengah-tengah kontraversi mengenai hukum bagi pendosa besar , berimankah?atau kafir?. Khowarij berpendapat kafir, mu’tazilah berpandangan tidak beriman tapi muslim, Imam Hasan Bashri(salah seorang tabi’in kenamaan) bersama sekelompok tabi’in lain mengatakan munafiq karena perbuatan adalah tanda adanya iman dihati, bukan sekedar lisan, sedangkan jumhur ulama menjustifikasikan pedosa besar adalah mu’min yang berdosa(dia masih dihitung beriman,tidak munafik tapi berdosa atau bahasa lainnya fasiq), masalah mereka ditangan Allah. Jika Ia menghendaki maka diazab sepadan dengan dosa yang dilakukan dan jika Ia berkehendak lain maka akan diampuni segala dosa itu.Yang jelas akan dimasukkan kesyurganya walaupun dikasih pemanasan dineraka untuk membakar lemak-lemak dosa yang nempel pada mereka[3].

Ditengah kondisi seperti itu, suara lantang muncul dari satu golongan,mereka mengatakan bahwa sesungguhnya”Dosa tidak membahayakan manusia asal iman masih melekat sebagaiamana taat tidak memberi arti apa-apa kalau masih dalam keadaan kafir”. Diantara orang yang dihubungkan pada mereka ada yang mengatakan bahwa masalah pendosa besar ditangguhkan pada Allah di hari qiyamat[4].

Mereka juga seirama dengan jumhur ulama sunny pada sebagian besar pendapat mereka.bahkan ketika diteliti ditemukan bahwa pendapat mereka adalah pendapat jumhur ulama[5].

Selanjutnya Imam Abu zahro’menyebutkan bahwa awal dari benih kemunculan golongan ini sudah ada pada zaman sahabat tepatnya pada akhir-akhir masa kekhalifahan Utsman bin Affan .r.a[6]. Desas-desus seputar pemerintahan Utsman dan isu-isu provokatif tentang pegawai Utsman,ra telah menjadi rahasia umum saat itu. Tak pelak lagi fitnah pun bermunculan mulai dari pengelolaan system pemerintahan sampai isu nepotisme Ustman berkembang dimasyarakat kala itu. Kesempatan emas ini tidak disia-siakan begitu saja berlalu oleh musuh-musuh islam, mereka dipimpin oleh Abdullah bin Saba ’ Al-Yahudy. Ia mengutus sebagian pengikutnya kedaerah-daerah muslim seperti Kuffah, Bashrah dan Mesir untuk mencari dukungan melengserkan pemerintahan Utsman. Sebagian penduduk daerah-daerah tersebut ada yang terpengaruh olehnya[7].

Karena gawatnya situasi,sahabat Utsman berinisiatif mengundang para pembantunya beserta gubernur masing-masing wilayah berkumpul pada musim haji untuk dengar pendapat mencari solusi permasalahan yang dihadapi. Kesempatan emas sepinya Madinah menjelang musim haji digunakan sebaik-baiknya oleh para penyeru fitnah untuk bertemu langsung dengan kholifah, mereka menuju rumah kholifah Utsman menumpahkan kemarahan yang berakhir dengan syahidnya Utsman r.a[8].

Ditengah situasi yang kacau balau akibat kematian Utsman ini, terdapat sekelompok sahabat yang memilih diam daripada ikut terlibat dalam fitnah yang meresahkan umat islam pada saat itu[9]. Mereka berpegang pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah bahwasanya Nabi Muhammad S.A.W bersabda:

Akan dekat finah terjadi, maka pada waktu itu orang yang duduk lebih baik dari yang berjalan,orang yang berjalan lebih baik dari orang yang bekerja. Ingatlah apabila fitnah itu telah terjadi maka yang punya onta kembalilah keontanya,yang punya kambing kembalilah mengembala kambingnya,yang punya tanah kembalilah ketanahnya. Seorang sahabat bertanya”ya rasulullah kalau ia tak punya unta tak punya kambing dan tak punya tanah bagaiman?. rasullah menjawab”ambillah pedangnya, tajamkan matanya dengan batu kemudian carilah keselamatan kalau mampu(H.R.Bukhary)

Mereka sama sekali tidak ambil bagian dalam pertikaian yang terjadi pada masa Utsman ini yang sampai merenggut nyawanya dan terus berlangsung hingga masa kepemimpinan Imam Aly r.a. Para sahabat tersebut tidak mau berpendapat tentang peperangan yang terjadi antara sayyidina Aly dan sahabat Muawiyah, mana yang haq dan yang bathi?l. Diantara mereka adalah para pembesar sahabat yaitu:Sa’ad bin Abi Waqosh, Abdullah bin Umar, Amran bin hashin, Zaid bin Tsabit dan Abi Bakrah sendiri yang meriwayatkan hadits diatas radiallahu anhum ajma’in[10]. Mereka menangguhkan dan menyerahkan hukum bagi dua pihak yang saling bertikai kepada Allah. Karena sikap penagguhan itu mereka di sebut murji’ah.

Sebagaimana komentar Imam Nawawi, pada saat itu problematika yang dihadapi para sahabat sangatlah samar sampai-sampai mereka tahayyur(bimbang)akan kebenaran berada dipihak siapa. Oleh karena itu mereka I’tizal(menyingkir) dari dua golongan yang saling bertikai, tidak ikut-ikutan saling mencela dan membunuh.

Karena sikap mereka yang menangguhkan permasalahan-permasalahan itu, Ibnu Asakir menjuluki mereka dengan As-Syakkak(orang yang ragu-ragu)dalam menghukumi suatu kebenaran dan kesalahan. Imam Abdul Halim mahmud dalam bukunya “At-Tafkir Al-Falsafy” memuji para sahabat tersebut, beliau mengatakan itulah mauqif(sikap)orang yang bijaksana[11], karena problem yang dihadapi umat islam kala itu sangat kompleks, samar, sulit membedakan kelompok mana benar dan kelompok mana yang salah. Setiap golongan mengemukakan alasan untuk membenarkan pendapat mereka dan menyalahkan yang lain.

Kemunculan murji’ah menurut Imam Abdul Halim Mahmud adalah suatu hal yang thobi’i(alami) karena kondisi saat itu menghendaki demikian. Penangguhan mereka pada Allah terhadap masalah-masalah yang terjadi pada saat itu yang mana mereka tidak menghukumi kelompok mana yang benar dan salah menurut penilaian Abdul Halim Mahmud adalah suatu langkah yang fositif yang ditempuh oleh orang yang bijaksana[12]. Sabda nabi Muhammad.S.A.W:

Diam itu adalah suatu kebijaksanaan namun sedidikit sekali orang yang melakukannya”(H.R.Imam Baihaqy.

Priode Setelah Sahabat

Tatkala temperature ikhtilaf(perbedaan) pada masalah imamiyyah(kepemimpinan)sudah demikian panasnya ditambah lagi dengan kontraversi seputar qadhiyah(permasalahan)pendosa besar, terdapat suatu golongan yang menempuh jalur irja’(penangguhan)yang juga pernah ditempuh para sahabat sebelumnya. Kelompok ini berpendapat bahwa urusan pendosa besar sepenuhnya diserahkan pada Allah , tak seorangpun yang bisa menghukumi masalah ini didunia. Disamping itu juga, mereka tidak mau ambil bagian dalam pertikaian politik yang terjadi saat itu. Panasnya suhu perpolitikan kala itu dikarenakan pengkafiran khowarij terhadap kelompok yang berselisih dengan mereka[13].Kondisi seperti ini terjadi pada masa bani umayyah, perbedaan ini tak lagi terjadi antara sabat, namun para pengukut setelahnya.

Murji’ah berpandangan bahwa orang-orang yang berbeda itu adalah mereka yang mengucapkan kalimah syhadah, mereka tidak bisa dihukumi kafir, tidak juga dihukumi musyrik, mereka adalah muslim yang mana segala urusannya diserahkan sepenuhnya pada Allah. Dialah yang paling mengetahui rahasia-rahasia manusia dan akan menghisabnya berdasarkan amal perbuatan yang mereka lakukan.

Kalau kita cermati pandangan-pandangan yang terlontar dari murji’ah diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendapat mereka adalah pendapat jumhur sebagaimana dikatakan Abu Zahro’ sebelumnya, dan sikap mereka adalah sikap orang yang bijaksana seperti pujian Abdul Halim Mahmud buat mereka. Namun lanjut Abu Zahro’, tadi hanyalah sikap para pendahulu dari kalangan sahabat dan pengikut mereka adapun generasi seterusnya sudah tidak mencerminkan sikap para pendahulu. Mereka tidak hanya mengatakan bahwa pendosa besar urusannya ditangguhkan pada Allah , namun mereka melampaui batas denagn mengatakan”

“Ma’shiat tidak membahayakan asal ada iman dihati sebagaimana taat tidak berarti apa-apa kalau dalam kekafiran”.

ungkapan ini difahami oleh golongan diluar murji’ah dengan asumsi bahwa orang yang berbuat dosa tidak diazab sama sekali kalau iman tertancap dihati, seperti pemahaman Abul Baqa’ dalam “Al-Kulliyyaat”[14], As-Syahrustani dalam “Al-milal wa An-nihal” serta Imam Abu Zahro’ dalam “Tarikh Al-madzahib Al-islamiyah”.

Bahkan menurut Syahrustani generasi ini tidak sebatas mengatakan “ma’siat tidak membahayakan asal iman masih melekat”. Namun menjustifikasikan bahwa iman adalah I’tiqod dihati saja walaupun mengatakan kafir dengan lisannya. Bahkan seandainya ia tampak menyembah berhala maka tetap dihitung mu’min asal iman tertancap disanubari.

Tentu saja pendapat semacam ini tidak dilegalkan dalam islam, karena jelas-jelas menyimpang dari ajaran tauhid. Ini kalau menurut pemahaman di atas, seandainya jargin mereka itu dipahami bahwa yang dimaksud dengan “ma’siat tidak membahayakan asal iman tertancap di hati” adalah orang yang melakukan ma’siat namun mereka beriman itu tidak kekal di neraka, mereka pada suatu saat akan masuk surga setelah mereka diazab, maka ini sesuai dengan pendapat ahlussunnah.Yang dimaksud tidak membahayakan adalah tidak kekal di neraka bukan tidak diazab sama sekali. Maqolah(jargon) itu sendiri sangat sulit dipahami menurut Imam Abdul Halim Mahmud. Tafsir pertama diatas adalah menurut Abul Baqo’ dalam “Al-kulliyyaat”[15], namun juga bisa ditafsiri dengan yang kedua.

Dari penjelasan histories kemunculan murji’ah mulai dari priode sahabat sampai generasi berikutnya dapat disimpulkan bahwa murji’ah tidak lain adalah sebutan atau julukan terhadap dua golongan yang mana golongan pertama muncul pada masa sahabat dan setelahnya akibat pertikaian masalah imamiyah pada masa Imam Aly.ra dan pertikaian yang terjadi pada masa umayyah yang mana setiap golongan saling mengkafirkan yang lain, kondisi seperti ini membuat sebagian sahabat dan pengikutnya memilih sikap diam daripada ikut dalam pertikaian. Kelompok ini hanya berkutat pada masalah imamiyyah dan pendosa besar.

Adapun golongan kedua adalah sekelompok orang yang hidup setelah masa sahabat, yang berpandangan bahwa ampunan Allah tidak bertepi, Allah mengampuni segala dosa selain kafir, maka ma’siat tidak membahayakan asal iman masih melekat di hati sesebagaimana ketaatan tidak berarti apa-apa kalau dalam kekafiran. Mereka ini tidak hanya membicarakan dua hal diatas, namun sudah berbeda pandangan pada masalah aqidah tauhid

Golongan kedua inilah yang banyak dicela dan dibicarakan para ulama di kitab-kitab mereka, dan golongan ini juga yang penulis angkat dimakalah ini terlepas benar atau tidaknya keterangan atas mereka, karena secara pasti kita tidak meneliti sumber-sumber asli dari mereka, kita hanya sebatas menukil dari kitab-kitab para ulama terdahulu yang notaben bukan murji’ah,tentunya sikap husnuzhon pada para ulama kita kedepankan,mereka adalah penerus risalah nabi.namun harus kita ingat bahwa jangan sampai kita terlalu jauh membenci murji'ah karena walau bagaimanapun kita tidak melihat dan mendengar secara langsung pendapat mereka.

III. Pembagian Murji’ah

Secara garis besar sebagian ulama sebagaimana dikutip Abu Zahro’membagi murji’ah kepada dua golongan[16]:

1. Murji’ah Sunnah.

Mereka adalah orang-orang yang perpendapat bahwa pendosa besar diazab sebesar dosa yang mereka lakukan, dan bisa jadi Allah mengampuni dosa-dosanya secara total, jadi mereka tidak diazab sama sekali.

Hal ini sesuai dengan pendapat jumhur. Barangkali perlu penulis kuatkan bahwa inilah golongan yang pertama yang dipaparkan dibagian histories kemunculan murji’ah. Mereka adalah para sahabat dan orang yang hidup setelah mereka yang masih berpegang pada prinsip para pendahulu mereka, masuk kekelompok ini sebagian para fuqaha dan muhaddits.

2. Murjia’ah Bid’ah.

Golongan ini adalah kelompok yang bayak menyimpang dari pendahulu mereka, mereka tak lagi berbeda dalam qadiyah imamiyyah, namun sudah masuk ke lingkaran aqidah yang merupakan inti paling vital bagi umat ini.

Pembagian Murji’ah Bid’ah

Karena murji'ah sunnah tidak ada pembagiannya juga memngingat yang banyak dibicarakan ulama adalah murji'ah bid'ah maka disni kami hanya memfokuskan pada murji'ah bid'ah.

Imam Abdul Qahir Al-Baghdady dalam kitabnya “Al-Farqu baina Al-Firaq” membagi murji’ah kepada tiga golongan[17]:

1. Murji’ah Qadariyyah Mu’tazilah.

Mereka adalah kelompok yang mementingkan iman dihati dan menyepelekan amal perbuatan sekaligus semazdhab dengan qadariyyah dalam masalah Al-Qadr.Diantara mereka adalah Ghailan, Abu Syimrin dan Muhammad bin Syabib.

2. Murji’ah Jabariyyah.

Kelompok ini berpendapat seperti umumnya murji’ah namun berbeda dengan murji’ah qadariyyah karena mereka sependapat dengan jabariyyah dalam masalah af’alul ibad(perbuatan manusia).

3. Murji’ah Kholishoh(murni).

Disebut kholishoh karena mereka tidak sepaham dengan qadariyyah dan tidak pula dengan jabariyyah. Kelompok ini terbagi atas lima golongan yaitu:Yunusiyyah, Ghassaniyyah, Tsaubaniyyah, Tumaniyyah dan Marisiyyah.

Perlu diketahui bahwa pembagian Imam Abdul Qahir Al-Baghdady dalam kitabnya hanya menyebutkan murji’ah bid’ah tanpa menyebutkan murji’ah sunnah sebabagaimana dinuqilkan oleh Abu Zahro’ dari sebagian ulama. Dan Pembagian-pembagian diatas adalah sebagian kecil dari kelompok yang ada didalam murji’ah secara keseluruhan. Perbedaan mereka tak sebatas yang telah dipaparkan, pembagian diatas tidak lain adalah pengelompokan yang dilakukan oleh kebanyakan ulama tarikh(sejarah), mereka mengangap kelompok kelompok itu sudah mewakili yang lain.

Imam Abu Hasan Asy-Arie dalam “Maqoolaat Al-Islamiyyin” menyebutkan bahwa murji’ah dalam masalah iman berbeda menjadi duabelas pendapat, dalam masalah kafir mereka berpecah menjadi tujuh golongan, dalam hal keyakinan tauhid pada Allah tanpa nazhor/tafakkur apakah sudah bisa dianggap iman atau tidak berbeda menjadi dua kelompok, begitupula mengenai kejahatan orang-orang yang beriman apakah mereka dikekalkan dineraka, mereka terbagi menjadi lima kelompok[18]. Dan masih banyak perbedaan-perbedaan mereka dalam masalah lainnya.

Makalah ini penulis anggap sebagai pengantar, tidak menjelaskan secara detail kelompok-kelompok yang ada pada murji’ah.Untuk lebih sempurna silakan merujuk pada kitab-kitab yang banyak mengomentari firqoh-firqoh(klompok) itu sendiri. Disini hanya menjelaskan segabagaimana dinuqilkan dari sebagian ulama yang hanya menyebutkan sebatas pembagian diatas.

Sebagaimana Abdul Qadir Al-baghdady, Imam Syahrustani juga berpendapat hampir sama dengannya ,namun Syahrustani menambahkan satu golongan yaitu murji’ah khowarij. Sedangkan murji’ah kholishoh Syahrustani membaginya menjadi enam kelompok[19].

1. Yunusiyyah.

Mereka adalah para pengikut yunus bin Aun An-Numairy.Golongan ini menyangka bahwasanya iman adalah ma’rifat pada Allah, tunduk dihadapannya, tidak menyombongkan diri padanya serta cinta pada Allah dengan hati yang tulus. Barang siapa memenuhi kriteria diatas maka ia dianggap beriman.menurut mereka kesalahan iblis yang menyebabkan ia kafir adalah karena ia menyombongkan diri dihadapan Allah,tidak mau sujud pada Adam,as menuruti perintah Allah.

2. Ubaidiyyah.

Kelompok ini adalah pengikut Ubaid Al-mukta’ib, dinukilkan darinya bahwa segala dosa selain syrik pasti diampuni, seorang hamba yang mati dalam keadaan bertauhid maka tidak membahayakan baginya dosa yang ia perbuat selagi tidak menyekutukan Allah.

3. Ghassaniyyah.

Mereka dikomandoi oleh Ghassan Al-kuffy, golongan ini berpandangan bahwa iman adalah ma’rifat pada Allah, rasulnya dan iqrar terhadap apa yang diturunkan Allah pada para rasul tersebut secara gelobal. Iman tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Mereka juga mengatakan bahwa orang yang mengatakan saya tahu Allah telah mewajibkan haji kebaitullah namun tidak tahu baitullah itu terletak dimana, mereka dianggap mu’min. Maksud mereka dengan contoh diatas adalah keyakinan yang berada dibalik iman bukan termasuk kriteria iman.

4.Tsaubaniyyah.Para pengikut Abu Tsauban Al-Murji’i.

Mereka menyangka bahwa iman hanyalah ma’rifat dan iqror pada Allah, rasulnya dan segala sesuatu yang menurut akal tidak boleh dilakukan, sedangkan mengetahui serta iqror(menetapkan) sesuatu yang secara akal boleh dilakukan bukanlah iman menurut mereka. Diantara pengikutnya yaitu Abu Marwan ghailan bin marwan Al-Dimasyqi, Abu Syimrin, Musa bin Imran dan Fadhl Ar-Raqosy.

5. Tumaniyyah. Kelompok ini dipimpin Abu Mu’adz Al-Tumany.

Mereka berpendapat bahwa iman adalah kebalikan kafir. Ia adalah kriteria-kriteria yang apabila tidak dimiliki oleh seseorang maka secara otomatis akan dihukumi kafir, baik tidak memiliki semua kriteria itu maupun salah satunya. Kriteria yang mereka maksud adalah ma’rifat, tashdiq, mahabbah, ikhlash dan iqror terhadap apa yang dibawa oleh rasul s.a.w. Orang yang meninggalkan sholat karena menganggap meninggalkannya boleh maka dihukumi kafir, namun apabila meninggalkannya dengat niat mengqodo’ maka tetap beriman.

6. Sholihiyyah. Para pengikut Shalih bin Umar As-Sholihy, Muhammad bin Syabib, Abu Syimrin dan Ghailan.

Mereka semua menggabungkan antara qodariyah dan irja’iyah.As-Sholihiyyah berpendapat iman adalah ma’rifat pada Allah secara muthlaq(ma’rifat al-uula) yaitu tahu bahwasanya alam ini ada penciptanya sedangkan kafir adalah kebalikannya. Adapun Ghailan bin Marwan memandang bahwa iman adalah ma’rifat at-tsaani(ma’rifat selanjutnya) pada Allah, rasa cinta, tunduk dihadapannya dan iqror dengan apa yang dibawa oleh rasulnya.

Yang dimaksud ma’rifat at-tsani yaitu ma’rifat setelah mengetahui alam ini ada penciptanya, ringkasnya adalah ma’rifat bahwa dzat yang menciptakan alam ini adalah Allah. Sedangkan ma’rifat pertama yang sebatas meyakini bahwa alam ini ada penciptanya adalah fitrah manusia maka dari itu belum bisa dianggap iman kalau hanya memenuhi kriteria ini karena menurut mereka setiap insan pasti yakin akan adanya sang pencipta.

IV. Kesimpulan Dan khatimah

Uraian diatas tak lebih hanya sebatas muqaddimah untuk mengkaji lebih jauh tentang aliran ini, karena masih banyak bagian-bagian yang belum ditulis mengingat terbatasnya maroji’(sumber), juga menimbang diskusi kita bukanlan kajian yang melalap habis dari akar sampai keujung dan cabang-cabang setiap firqoh yang kita kaji, demikian pula mengingat study yang kita tempuh juga butuh konsentrasi penuh, sangat tidak mungkin rasanya hal itu dilakukan kecuali ini bagian dari risalah magister.

Sebagai contoh Imam Ibnu Hazm Az-Zhohiry Al-Andalusy juga membagi murji’ah dalam dua kelompok[20], namun beliau juga tidak menyebutkan murji’ah sunnah sebagaimana dinukil oleh Imam Abu Zahro’ dari sebagian ulama

Hal yang paling penting menurut penulis adalah memilih sikap hati-hati dalam membahas setiap aliran, jangan sampai terjebak fanatisme mazdhab yang berujung pada pelecehan bahkan pengkafiran terhadap kelompok lainnya. Hal ini juga diingatkan Imam Abdul Halim Mahmud dalam kitabnya “at-tafkir al-falsafy fil islam”. Pembahasan yang dipaparkan diatas tidak lain hanya merujuk pada kitab-kitab pendahulu maupun karya pemikir kontemporer. Harus diakui mereka tidak sepenuhnya benar dan belum tentu juga sepenunya tahu secara detail hakikat murji’ah itu sendiri.Yang ditulis adalah apa yang nampak oleh mereka secara dzohir dan nukilan-nukilan dari pendahulu mereka pula.

Ghulaah(radikalisme)tidak lain akibat fanatisme madzhab, hanya dengan secuil perbedaan mereka menjustifikasikan kafir kelompok lainnya, padahal tidak tahu secara detail kelompok yang mereka kafirkan. Fanatisme memang watak alami yang ada pada manusia, ia adalah kecendrungan manusia dari kecil, namun fanatisme bisa diperangi dengan berfikir matang, berorientasi pada mashlahat(kebaikan)ummat, tidak hanya mementingkan golongan tertentu.

Penulis hanya membaca kitab karangan diluar murji’ah, tak satupun maroji’(sumber) asli dari mereka kita dapati, terlepas karangan mereka hilang atau mereka mandul alias tak punya buah karya. Keotentikan kitab-kitab diatas tidak 100% kita yakini,banyak faktor yang menyebabkan hal itu, mulai dari keterbatasan sebagai manusia untuk menangkap secara penuh informasi yang asli dari murji’ah itu sendiri, hingga faktor eksternal seperti kondisi sosial saat penulisan, dan sikon politik yang mana semua itu berada diluar teks(konteks) yang sulit dianalisa. Kalau kitab-kitab tersebut dikarang pada abad ke lima hijriyyah misalnya, sudah berapa ratus tahun umurnya hingga sekarang. sebagai concoh imam Abdul Qohir Al-Baghdady menuliskan dalam kitabnya sebuah hadits yang berbunyi”murji’ah adalah majusinya umat ini(islam),sedangkan hadits ini adalah hadits yang “laa ashla lahu” yang berarti tidak punya sumber alias palsu menurut istilah ulama hadits.

Nikmat sabli Qolun

Semoga bermanfaat,Amiin yaa rabbal aalamiin

Wallahu a'lamu bisshhawab

Daftar Bacaan :

1. Imam Syahrustany. Al-Milal Wa An-Nihal, Maktabah Jazirotul Warad.Cairo.

2. Prof.Dr.Muhammad Robi’ Muhammad Jauhari. Aqiidatuna, tanpa penerbit.

3. Imam Abu Zahro’. Tarikh Al-Madzaahib Al-Islamiyyah, Dar Al- Fikr Al-Aroby.

4. Prof.Dr.Umar bin Abdul Aziz Quraisy. Ushul Firoq Al-Islamiyyah, tanpa penerbit.

5. K.H.M.Basyron Abd Basith, Mutiara Hadits Budi Luhur, Bintang Terang. Surabaya .

6. Imam Akbar Syekhul Azhar Imam Abdul Halim Mahmud, At-Tafkir Al-Falsafy Fi-Al- Islam, Dar Al-Maarif.

7. Imam Abdul Qahir Al-Baghdady, Al-Farqu Baina Al-Firoq.

8. Imam Abu Hasan Bin Ismail Aly Asy-Arie. Maqaalaat Al-Islamiyyin, Tahqiq Helmort Ruters. Jerman.

9. K.H.Sirojuddin Abbas.I’tiqod Ahlussunnah Wal jama’ah, Dalam Bahasa Indonesia. Pustaka Hidayah. Jakarta .

10. Prof.Dr.Mumammad Ahmad Sayyid Al-Musayyar, Muqaddimah fi Diroosah Al-Firoq Al-Islamiyyah, Maktabah Al-Iman. Cairo .

11. Imam Ibnu Hazm Az-Zhohiry. Al-Fashl Fi Al- Milal Wa An-Nihal Wa Al-Ahwa’.


[2] As-Syahrustani, Al-Milal Wa An-Nihal, hal:116, maktabah jazirotul warad.Cairo

[3] Imam Abu Zahro’, Tarikh Al-Madzaahib Al-Islamiyyah, hal:113, Dar Al-Fikr Al-Aroby

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Ibid

[7] Dr.Muhammad Robi’ Muhammad Jauhari, Aqiidatuna ,hal: 23. tanpa penerbit

[8] Ibid

[9] Dr.Muhammad Robi’ Muhammad Jauhari, Aqiidatuna ,hal: 23. tanpa penerbit

[10] Abu Zahro’, tarikh Al-Madzaahib Al-Islamiyyah, hal:114

[11] Imam Abdul Halim Mahmud, at-tafkit al-falsafi fil islam, hal:140, dar al-maarif

[12] Ibid

[14] Abu Zahro’. tarikh al-madzaahib al-islamiyyah

[15] Imam Abdul Halim Mahmud, at-tafkir al-falsafy fil isalm, hal:139, darul maarif

[16] Ibid

[17] Abu Zahro, tarikh al-mazdaahib al-islamiyyah, hal:117

[18] Imam Abdul Qahir Al-Baghdady, al-farqu baina al-firaq, hal:151

[19] Imam Abu Hasan Asy-Arie,maqoolaat al-islamiyyin wa ikhtilaaf al-mushallin, tahqiq Helmort Ruter, hal:132-154

[20] Syahrustani, al-milal wa an-nihal, hal:116

[21] Baca : Ibnu Hazm Ad-dzohiry,al-fashl fi al-milal wa an-nihal wa al-ahwa’, hal:142



[1].baca at-tafkir al-falsafy fil islam,Imamakbar syeikhul islam Abdul halim mahmud.

[2]. As-Syahrustani, Al-Milal Wa An-Nihal, hal:116, maktabah jazirotul warad.Cairo

[3]. Imam Abu Zahro’, Tarikh Al-Madzaahib Al-Islamiyyah, hal:113, Dar Al-Fikr Al-Aroby

[4]. Ibid

[5] .Ibid

[6] .Ibid

[7]. Dr.Muhammad Robi’ Muhammad Jauhari, Aqiidatuna ,hal: 23. tanpa penerbit

[8] .Ibid

[9]. Dr.Muhammad Robi’ Muhammad Jauhari, Aqiidatuna ,hal: 23. tanpa penerbit

[10]. Abu Zahro’, tarikh Al-Madzaahib Al-Islamiyyah, hal:114

[11]. Imam Abdul Halim Mahmud, at-tafkit al-falsafi fil islam, hal:140, dar al-maarif

[12].Ibid

[13]. Abu Zahro’. tarikh al-madzaahib al-islamiyyah

[14]. Imam Abdul Halim Mahmud, at-tafkir al-falsafy fil isalm, hal:139, darul maarif

[15].Ibid

[16]. Abu Zahro, tarikh al-mazdaahib al-islamiyyah, hal:117

[17]. Imam Abdul Qahir Al-Baghdady, al-farqu baina al-firaq, hal:151

[18].Imam Abu Hasan Asy-Arie,maqoolaat al-islamiyyin wa ikhtilaaf al-mushallin, tahqiq Helmort Ruter,jerman hal:132-154

[19]. Syahrustani, al-milal wa an-nihal, hal:116

[20]. Baca : Ibnu Hazm Ad-dzohiry,al-fashl fi al-milal wa an-nihal wa al-ahwa’, hal:142

read more...

Selasa, 10 Juni 2008



Muatho' imam Malik;

Histories dan methode penyusunan

نضر الله امرأ سمع مقالتي فوعاها وادّاها فرب مبلغ اوعى من سامع

من يرد الله به خيرا يفقهه فى الدين

Oleh: ni'mat sabli

I. Sejarah Singkat kitab Muatho'

Dalam sejarah penulisan hadits,muatho' terhitung kitab yang awal mucul yaitu pada abad ke 2 hijriyyah disamping kitab lainnya seperti kitab as-sunan karya Abul Walid Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij yang wafat pada tahun 150 H,manakala imam Malik wafat pada 179 H,kemudian kitab mushonnaf karya imam Auza'I wafat 157 H dan juga imam Abu Hanifah wafat 150 H telah menulis kitab yang berisi hadits-hadits nabi kala itu[1].

Pada dasarnya,muatho' bukan hanya dimiliki oleh imam Malik.selain muatho' Malik ada juga beberapa muatho' diantaranya:

1.Muatho' Ibnu Abi Dzi'bin

2.Muatho'Ibrohim bin Abi Yahya,beliau adalah salah satu guru imam Syafi'i

3.Muatho' Abdullah bin Wahb.

Mereka ini adalah orang-orang yang terhitung awal dalam menyusun hadits nabawy,imam Suyuthi berkata"sungguh Ibnu Abi Dzi'bin dimadinah telah menulis muatho' yang lebih besar dari muatho'nya imam Malik,sampai-sampai imam Malik dibilang"apa faedahnya kamu mengarang kitab itu?namun imam Malik menjawab"sesuatu yang dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah akan tetap bertahan[2].

Jadi muatho' imam Malik merupakan salah satu dari beberapa muatho' yang ada dan yang paling masyhur dikalangan umat islam serta merupakan kitab yang paling shohih pada zamannya setelah kitabullah.muatho' Malik ini juga merpakan kitab yang pertama kali disusun berdasarkan bab fiqh[3] manakala kitab-kitab hadits pada saat itu banyak yang tidak memperhatikan bab dalam mengelompokkan haditsnya,sebutlah misalnya kitab-kitab yang dinamakan dengan MUSNAD,kitab-kitab tipe seperti ini tidaklah mengumpulkan hadits seperti methodenya muatho'.

Namun perlu diperhatikan bahwa kitab muatho' ini tidak murni berisi hadits-hadits nabi,selain hadits yang marfu'(yang sampai kenabi),juga terdapat hadits mauquf(yang hanya sampai pada shohabat,bahkan ada hadits maqthu' yang hanya sampai pada tabi'in dan jarang disebut dengan nama hadits,biasanya disebut atsar.untuk istilah-istilah ini bisa difahami dari perkataan imam Suyuthi berikut:

والمتن ما انتهي اليه السند من الكلام و الحديث قيدوا

بما اضيف للنبي قولا او فعلا وتقريرا ونحوها حكوا

وقيل لا يختص بالمرفوع بل جاء للمقوف و المقتوع

[4]فهو علي هذا مرادف الخبر وشهروا شمول هذين الأثر

methode campuran seperti ini kerap digunakan oleh para ulama abad ke 2 H[5].

a. Latar belakang imam malik menyusun muatho'.

Imam Abu Zahro' dalam al-hadits wal muhadistun menceritakan bahwa kholifah Abbasyiah kala itu yaitu Abu Ja'far al- Manshur meminta imam Malik mengumpulkan hadits yang ada padanya dan menulisnya dalam sebuah kitab agar bisa digunakan oleh umat islam,kemudian mulailah imam Malik menyusun kitab ini[6].disamping itu Abu Ja'far Al-Manshur juga menginginkan agar kitab yang dikarang imam Malik nantinya menjadi keharusan ummat berpegang padanya,namun poin ini ditolak oleh imam Malik. Seperti inilah akhlaq para salafus sholih mereka tak sedikitpun terbuai dengan rayuan dan kehormatan duniawy,usaha mereka hanya ditujukan untuk kemashlahatan ummat serta bekal bagi diri mereka menju akhirat kelak.

Dari Ibnu Abdil Bar bahwa Al-fadl bin Muhammad bin Harb Al-Madani berkata"orang yg paling dahulu menyusun kitab di Madinah dengan nama muatho menurut pendapat yang disepakati ahli madinah adalah Abdul Aziz ibni Abdillah bin Abi Salamah Al-Maajisyun,ia menyusun kitabnya dengan tanpa hadits,tatkala imam Malik melihat kitab itu beliau berkata"alangkah bagusnya pekerjaan ini seandainya aku yang melakukannya,akan aku mula'i dengan dengan hadits-hadits nabi kemudian aku luruskan(kuatkan) dengan kalam(keterangan).

Kemudian setelah itu imam Malik berazam mengarang muatho' seperti yang beliau inginkan[7].

b. Nama, masa penulisan dan jumlah hadits

Imam Abi hatim Ar-Rozy ketika ditanya mengapa kitab Malik ini dinamakan muatho' beliau menjawab"kitab ini adalah sesuatu yang ditulis,disusun/diatur/diformat sedemikian rupa untuk ummat sehingga dimakan muatho' Malik(kitab yang di susun/diatur sedemikian rupa)[8].

Disamping itu,sebab lain kitab ini dinamakan muahto' adalah ketika imam Malik telah selesai menyusunnya,beliau memperlihatkannya pada 70 orang ahli fiqh dan semuanya menyetujui dan membenarkan kitab itu maka beliau menamakannya muatho'(sesuatu yang di setujui atau dibenarkan).

لفظة الموطأ بمعني الممهد المنقح

Lafadz muatho' disini berarti sesuatu yang di diatur/disusun yang benarkan dan disetujui[9].

Adapun masa penulisan muatho'menurut riwayat dari imam Malik adalah 40 tahun.Imam Ibnu Abdil Bar meriwayatkan dari Umar bin Abdul Wahid shohib Auza'i ia berkata kami membaca muatho' dengan imam Malik selama 40 hari kemudian beliau berkata"kitab yang saya susun selama 40 tahun kalian ambil/pelajari dalam 40 hari,alangkah sedikitnya apa yang kalian pahami didalamnya[10].

Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah hadits yang ada pada muatho',hal ini karena berbedanya riwayat muatho' antara satu orang rowy dengan yang lainnya.

Ibnu Hiyab berkata"Malik meriwayatkan 100 ribu hadits,yang ia tulis di muatho ada 10 ribu hadits,kemudian ia selalu menimbang hadits-hadits itu dengan al-qur'an dan hadits yang lain dan membersihkannya dari hadits yang lemah hingga berkurang menjadi 500 hadits.

Menurut Alkiya Al-Hirosy muatho' Malik mempunyai 9 ribu hadits,kemudian ia selalu memurnikan haditsnya maksudnya membersihkan dari hadits yang tidak bisa dibuat hujjah sehingga tersisa 700 hadits.Kemudian dalam kitab madarik disebutkan dari Sulaiman bin Hilal bahwa muatho' Malik berisi 4 ribu hadits atau lebih,kemudian berkurang menjadi 1000 hadits pada saat wafatnya Malik disebabkan ia memurnikan/membersihkan hatis-hadits itu pertahun sesuai dengan apa yang ia lihat paling pantas untuk umat islam dan paling baik bagi agama.

Menurut Abu Bakr Al-Abhary,jumlah hadits pada muatho' baik atsar dari nabi,shahabat maupun tabi'in ada sekitar 1720 hadits,yang dikatagorikan musnad ada 600 hadits,mursal 222 hadits,mauquf 613 hadits,dan perktaan tabi'in ada sekitar 285[11].

Perlu diperhatikan bahwa kalau kita buka langsung kitab muatho',misalnya riwayat Yahya bin Yahya Al-Laitsy maka disana ada 2861 khobar dan diriwayat Abi Mush'ab Az-Zuhry ada 3069 khobar,jangan kaget kok banyak sekali pautannya.padahal menurut keterangan diatas Cuma 700 atau 500 hadits yang terdapat pada muatho'.jauhnya pauntan ini dikarenakan riwayat dari Yahya dan Mush'ab tadi menghitung semua,baik hadits dari nabi maupun atsar dari shohabat dan tabi'in.sedangkan hitungan 500,700 diatas adalah murni hadits nabi,hadits marfu' maksudnya.

Adapun menurut pendapat Abu Bakr Al-Ahbary yaitu 1720 khobar yang mana mencakup marfu',mauquf dan maqthu',ini tidak lain menurut riwayat versi yang ia baca.dan tidak penulis permasalahkan karena selisihnya tidak terlalu jauh dengan riwayat Yahya dan Mush'ab.yang perlu kita permasalahkan adalah pendapat yang menyebutkan 500 dan 700 hadits,sebab selisihnya sangat jauh.,dan jawabannya sebagaimana diatas.

c. Perbedaan riwayat dalam muatho'

kitab muatho'sangat banyak versi riwayatnya,dalam al-hadits wal muhaditsun Imam Abu Zahro menyebutkan ada 30 riwayat[12],kemudian Syekh Abdul Aziz Ad-Dahlawy wafat 1139 H menyebutkan dalam kitabnya "bustanul arifin"bahwa nuskhoh muatho' yang wujud di negeri-negeri arab hari ini bermacam-macam beliau menghitung setidaknya ada 16 nuskhah,yang mana tiap nuskhah punya rowy masing-masing[13].

Sebagaimana keterangan sebelumnya bahwa tiap-tiap riwayat ini banyak yang tidak sama jumlah serta urutannya,ini dikarenakan orang yang meriwayatkannya berbeda-beda antara satu riwayat dengan yang lainnya

Riwayat muatho' yang paling masyhur sebgaimana dikatakan Imam Suyuthi ada 14[14],diantaranya:

1. Nuskhah Yahya bin Yahya Al-Laitsi Al-Andalusy,ia belajar muatho' pertamakali dari Abdurrahman yang terkenal dengan nama Syibthun.kemudian ia merantau ke madinah dua kali dan mendegar langsung muatho' pada Imam Malik kecuali 3 bab diakhir kitab I'tikaf.jumlah khobar di nuskhah ini ada sekitar 2861 baik marfu',mauquf,maupun maqthu'.

2. Nuskhah Abi Mush'ab Ahmad bin Abi Bakr Al-Qosim,Qodhi Madinah.nuskhah ini dikenal dengan tambahannya yang bejumlah 100 hadits dari nuskhah lainnya.dengan tambahan ini maka jumlah akhbar di nuskhah ini ada kira-kira 3069 khobar.

3. Nuskhah Muhammad bin Hasan As-Syaibany,shohib Abu Hanifah,ia termasuk santri Malik yang paling hebat dalam hadits sebagaiman ia juga adalah santri Abu Hanifah yang paling berbakat dalam fiqh.nuskah ini lebih banyak isinya dari nuskhah Yahya bin Yahya Al-Laitsi,akan tetapi disini Muhammad bin Hasan juga menambahkan atsar dari jalan selain Imam Malik untuk mejadi hujjah bagi fiqh hanafi dengan tambahan itu maka keseluruhan khobar yang termuat pada nuskhah ini ada sekitar 1180 khobar.dari jumalah ini khobar yang berasal dari Malik ada sekitar 1005,dari Abu Hanifah sekitar 13 khobar,dari Abi Yusuf ada 4 dan sisanya dari selain tiga orang ini[15].

4. Nuskhah Ibnu Bukair.

5. Nuskhah Ibnu Wahab.[16]

d. kitab-kitab syarah muatho'

diantara kitab yang mensyarahi muatho' adalah:

1. 1.At-Tamhid lima fil Muatho' Minal Ma'ani Wal Asanid,karya Abi Umar Yusuf bin Abdillahbin Muhammad bin Abdil Bar Al-Qurthuby,wafat thun 463 H.

2. 2.Al-Istidzkar fi Syarhi Mazdahibi Ulama'il Amshor Minma rosamahu Malik fi Muatho'ihi Minar Ro'yi wal Astar,karangan Ibnu Abdil Bar juga.syarah ini hanya berbeda dari segi susunannya dari syarah diatas.

3. 3.Tanwirul Hawalik Syarhun 'ala Muatho' Malik,karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi,masyhur dengan sebutan Imam Suyuthi,wafat thun 911 H.

4. 4.Syarhuz Zarqony 'ala Muatho' Al-Imam Malik,milik Muhammad bin Abdul Baqi bin Yusuf Az-Zarqoni Al-Mishri Al-aAzhary Al Maliky.wafat 1122 H.

Disamping itu kitab muatho' juga banyak diikhtishor(diringkas) oleh para ulama diantarnya Imam Abu Sulaiman Al-Khitobi wafat thun 288 H,Abul Walid Al- Baji wafat 474,Ibnu Rosyiq al-Qoirowany wafat 456 H,Ibnu Abdil Bar dan Abul Qosim Abdurrahman Al-Ghofiqy Al-Jauhary wafat 385 H[17].

II. Methode Imam Malik dalam muatho'

Adapun methode Imam Malik dalam menyusun kitabnya yaitu memulai dengan menuturkan hadits yang dipandang shohih pada muqaddimah bab kemudian disusul dengan beberapa atsar baik dari shobat maupun tabi'in.namun atsar dari tabi''in umumnya dari ahli madinah,dan sedikit sekali beliau menyebut dari selain ahli madinah.

Kadan-kadang menyebutkan amal atau perkara yang disepakati dimadinah,dan ada juga menyertai hadits dengan tafsir kata-kata atau juga menjelaskan maksud hadits.

Sebagaimana diketahui bahwa Imam Malik menyusun kitab ini selama empat puluh tahun,dalam masa yang sangat lama ini beliau selalu meneliti hdits-hadits yang ada didalamnya,meneliti mana hadits yang kuat dan mana yang tidak dan tidak diragukan lagi bahwa imam Malik tahu betul tentang matan-matan hadits tersebut berikut rijal serta keadaan rijalnya[18].

a. Urutan tematik dalam muatho'

Mungkin disinilah salah satu letak keistimewaan muatho' dari kitab lain dizamannya,yang mana kitab lainnya semisal kitab yang biasa disebut musnad tidak mengkatagorikan hadits-hadits nabi berdasarkan bab fiqh namun berdasarkan shohabat,mereka mngumpulkan hadits dari Abu Hurairoh misalnya dan tidak mencampur hadits dari shobat lainnya pada bagian ini,kemudian bagian/bab ini disebut dengan musnad Abu Hurairoh. Dibagian berikutnya hadits yang mereka sebutkan adalah dari Ibnu Umar misalnya dan seterusnya sehingga kitab-kitab ini berisi beberapa kelompok musnad dari para shohabat.

Sebagaimana sedikit disinggung diawal tulisan ini bahwa muatho' telah ditulis oleh Imam Malik dengan menyusun hadits-hadits yang terdapat didalamnya berdasarkan urutan bab dalam ilmu fiqh.Imam Malik memulainya dengan meriwayatkan hadits-hadits tentang wuqut as-sholah(waktu-waktu sholat),berikutnya tentang kitab thoharoh kemudian kitab sholat, dan seterusnya menurut pembahsan fiqh,dan diakhiri dengan kitab nama-nama nabi Saw.[19].methode seperti ini pertama kali dirintis oleh Imam Malik dalam muatho',dan seterusnya diikuti oleh para ulama setelahnya.

Perlu diperhatikan bahwa memang ada sedikt perbedaan dalam kitab-kitab muatho' yang kita lihat sekarang ini,yang mana antara satu dan yang lainnya kadang ada yangn urutan babnya tidak sama,hal ini disebabkan berbedanya orang-orang yang meriwayatkan muatho' tersebut sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

b.Katagori hadits dalam muatho'

1. Hadits-hadits maushul,mursal dan lain-lain

Salah satu hal penting yang harus diketahui adalah disamping hadits-hadits maushul,muatho' juga besiri hadist-hadits mursal,munqothi',mu'dhol dan balaaghot(yaitu hadits yang menggunakan kata "ballaghini" dalam periwayatannya sedangkan yang meriwayatkan tidak mendengar langsung dari orang yang ia riwayatkan hadits itu)

Namun hadits yang secara zhohirnya tidak maushul di kitab muatho',seperti hadits mursal dan sebgainya ini memilki penguat baik satu hadits atau lebih menurut jalan selain Malik.

Imam Ibnu Abdil Bar membuat suatu kitab yang mewasholakan hadits-hadits yang terdapat dalam muatho' baik mursal,munqothi,maupun mu'dhol.Beliau berkata"semua hadits di muatho' yang mana didalamnya terdapat kata-kata "ballaghoni" dan kata-kata "anistiqoh" yang tidak dimaushulkan dan jumlahnya ada sekitar 61 hadits semuanya musnad(maushul/sambung) dari jalan selain Malik kecuali empat hadits yaitu:

ا).اني لا انسى ولكني انسى لأسن

2) ان رسول الله صلى الله عليه وسلّم ارى اعمار النا قبله او ما شاء الله من ذلك فكانه تقاصر اعمار امته ان لايبلغوا من العمر مثل الذي بلغ غيرهم فى طول العمر فأعطاه الله ليلة القدر خير من الف شهر

3) قول المعاذ رضي الله عنه اخر ما اوصاني به رسول الله صلى الله عليه وسلّم وقد وضعت رجلي في الغرز ان قال حسن خلقك للناس

4)اذا انشأت بحرية ثم تشاء مت فتلك عين غديقة

Setelah diteliti lebih jauh didapati bahwa empat hadits ini walaupun tidak ditemukan maushul pada riwayat lain selain malik tapi dari segi ma'nanya ia adalah shohih dan punya syawahid ma'na dari kitab-kitab sunnah yang lain yang menguatkannya.

Ibnu Abdil Bar berkata "hadits pertama benar ma'nanya menurut ushul,Sufyan berkata"jika Malik mengatakan "ballaghoni"berarti sanadnya shohih.

Hadits yang kedua menurut Imam Suyuthi dalam tanwirul hawalik mempunyai syawahid yang mnguatkannya dari segi ma'na.Hadits ketiga juga punya syahid ma'na dari hadits Imam Tarmidzy.adapun hadits keempat ternyata punya syahid dari kitab Al-Umm milik imam syafi'i dari jalan selain malik.

Bahkan ulama lain seperti Syekh As-Syanqithi dalam kitabnya idho'atul halik menukilkan dari Imam Ibnu Sholah bahwa beliau mewasholakan empat hadits ini.

Disamping Ibnu Sholah juga ada Hafirz bin Marzuq yang turut mewasholakan hadits-hadits ini,begitu juga Ibnu Abi Dunya yang mewasholakn dua dari empat hadits itu[20].

2. Kualitas hadits

Dari keterangan diatas dapat dismpulkan bahwa semua hadits yang terdapat dalam kitab muatho' adalah maushul kecuali ada beberapa hadits yang tidak dimaushulkan oleh beberapa ulama namun dikuatkan oleh syawahid dari segi ma'na yang terdapat dalam kitab-kitab sunnah karya ulama yang lain bahkan dimaushulkan oleh ulama lain seperti Ibnu Sholah yang tidak diragukan lagi keahliannya dalam hadits.

Imam Suyuthi menuqil dari Imam Syafi'I ia berkata"tidak ada satu kitab dibumi ini yang paling shohih setelah al-qur'an dari kitab Malik"[21]

Imam Suyuthi juga menuqil darihal:857dibumi ini yang paling shohih setelah al-qur'an an lagi kehliannya dalam haditslama yang lain.ts.Al-Hafidz Mughlatho bahwa orang yang pertama menyusun hadits shohih adalah Imam Malik.

Menurut Ibnu Hajar kitab Malik shohih menurut Malik sendiri dan orang yang taqlid padanya sesuai äengan pendapatnya bahwa boleh berhujjah dengan hadits mursal dan selainya.

Kemudian Imam Suyuthi berkata"hadits-hadits mursal dalam muatho' yang dianggap bisa menjadi hujjah tanpa syarat oleh Malik dan orang-orang yang sependapat dengannya bisa menjadi hujjah juga menurut kami karena hadits mursal menurut kami adalah hujjah apabila ada riwayat lain yang menguatkannya.dan tidak satupun hadits mursal dimuatho' kecuali punya penguat bahkan beberapa penguat,maka yang benar bahwa kitab muatho' adalah shohih tanpa terkeculi satu haditspun darinya[22].

Menurut urutan kitab yang paling shohih setelah al-qur'an,sebagian pendapat mengtakan muatho' Imam Malik berada diurutan ke empat setelah shohih Bukhori,shohih Muslim dan mustadrok Hakim.muatho' berada diposisi setelah mustadrok disebabkan beberapa hadits mursall dialamnya sebagaimana dituturkan diatas.namun penulis lebih setuju muatho' berada diurutan keitga setelah shohih Bukhori dan shohih Muslim,sesuai dengan pendapat Ibnu Sholah dan ulama lainnya.Adapun mustadrok Hakim menurut Ad-Zdahabi disamping haditsnya banyak yang mengikuti syarat shohih Bukhori dan Muslim namun ada bebrapa hadits yang terkena illat dan dihukumi munkar yang tidak shohih dan sebagian dari yang mungkar ini adalah maudhu',bahkan karena sebab ini mustadrok ditaruh pada urutan setelah shohih ibnu huzaimah dan shohih ibnu hibban.dan diantara ulama bahkan ada yang mendahulukan kitab mukhtaroh Ad-Dhiya' Al-Maqdisy diatas mustadrok Hakim[23].

Adapun yang mengatakan muatho' adalah kitab yang paling shohih setelah al-qur'an adalah imam syafi'I dan Abdurrahman ibnu mahdi.dari thun wafatnya kedua imam ini yaitu 197 H(ibnu mahdi) dan 204 H(imam syafi'i) dapat kita ketahui bahwa pada saat itu belum mucul shohih Bukhory dan shohih Muslim.

III. Beberapa komentar terhadap Muatho'

Atas usaha yang sangat besar ini Imam Malik patut mendapat pujian,apresiasi,serta penghargaan secara ilmiah.Bisa dikatakan bahwa upaya Imam Malik mengumpulkan hadits-hadits nabi dengan methode tartib bab fiqh ini merupakan prestasi yang gemilang,sebab beliaulah orang yang memulai methode ini kemudian diikuti oleh para ulama setelahnya.

Nabi Muhammad Saw. bersabda:

من سن فى الاسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل اجر من عمل بها ولا ينقص من اجورهم شيء ومن سن فى الاسلام سنة سيّئة فعمل بها بعده كتب عليه مثل وزر من عمل بها ولا ينقص من اوزارهم شيء[24]

Tidak perlu kita ragukan akan kecerdasan seorang Imam seperti Malik bin Anas disamping sebagai imam madzhab beliau juga adalah amirul muminin fil hadits,yang merupakan gelar tertinggi dalam disiplin ilmu hadits,berada diatas gelar "al-hakim" yaitu gelar bagi ulama hadits yang hapal 800 ribu hadits baik matan maupun sanad disertai pengetahuan yang mendalam terhadap keadaan rowi baik jarh maupun ta'dil.

Kalaulah gelar al- hakim sedemikian hebatnya,maka gelar amirul mukimin lebih hebat lagi.menurut ulama amirul mukminin adalah gelar bagi ulama hadits ya menguasai seluruh ilmu tentang hadits nabi diroyah maupun riwayah dan menjadi imam serta tempat rujukan ummat islam dalam hadits dan ilmu-ilmunya[25].

Disamping imam Malik,ulama lain yang mendapat gelar ini diantaranya:

1. Imam Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab Az-Zuhry Al-Madani yang masyhur dengan sebutan Ibnu Syihab Az-Zuhry,beliau termasuk tabi'in yang paling masyhur,belajar pada kibar shohabat nabi Saw..semisal Ibnu Umar,Abu Hurairoh dsb.

2. Imam Sufyan bin Sa'id bin Masruq Abu Abdillah At-Tsaury.terkenal dengan Imam Sufyan At-Tsaury,merupakan tabi' tabi'in kabir yang masyhur.

3. Imam Muhammad bin Ismail bin Ibrohim Al-Mughiroh Al-Bukhori,yang sangat masyhur dengan sebutan imam Bukhori,shohibus shohih al-muntafi'ah.

4. Adapun dikalangan mutaakhirin(ulama belakangan) adalah Imam Ahmad bin Ali bin Hajar al-asqolaani,shohib fath al-bari,yang masyhur dengan sebutan Ibnu Hajah Al-Asqolani

Disamping itu masinh ada ulama lain yang mencapai tingkatan ini namun sangat sedikit sekali diantaranya Syu'bah bin Hajjah,Ishaq bin Rohuaih,dan Imam Daruquthni[26]

a. Keutamaan dan Taqriizdoh (pujian & apresiasi) terhadap muatho'

· Imam syafi'I berkata"tidak ada kitab yang paling shohih setelah kitabullah selain kitabnya malik yaitu muatho'

· Abdurrahman bin Mahdi berkata"kami tidak mengetahui dalam islam kitab yang paling shohih setelah al-qur'an selain kitabnya Malik

· Imam Ibnu Sholah dan ulama lainnya menjadikan muatho' di urutan ketiga setelah shoih Bukhori dan Muslim dalam hal ashohhul kutub ba'da kitabillah(urutan kitab yang paling shohih setelah al-qur'an)[27].

· Telah disebutkan diatas bahwa kitab muatho' Imam Malik ini disamping disusun dalam waktu yang sangat lama ya'ni sekitar 40 thun,kitab ini juga mendapat persetujuan dan pembenaran oleh 70 ahli fiqh pada zamannya.

· Abu Bakar Ibnul Arobi berkata dalam syarah tirmizdi"al-muatho' adalah asal yang pertama dan menjadi inti sedangkan shohih Bukhori adalah asal yang kedua dalam bab ini,kemudian dari kedua kitab inilah muncul kitab-lainnya seperti shohih Muslim[28]

· Terkhir penulis tampilkan disini syair Iyadh rahimahullah memuji muatho'[29]

اذا ذكرت كتب العلوم فحيهل بكتب الموطأ من تصانف مالك

اصح احاديثا و اثبت حجّة واوضحها فى الفقه نهجا لسا لك

عليه مضى الاجماع من كل امة على رغم خيشوم الحسود المماحك

فعنه فخذ علم الديانة خالصة ومنه استفدّ شرع النبي المبارك

وشدّ به كف الصيانة تهتدي فمن حاد عنه هالك فى الهوال

b. Pendapat sebagian penulis masa kini tentang muatho' dan rodd(penolakan) atasnya.

Sebagaimana yang temaktub dalam al-hadits wal muhadistun karya Imam Abu Zahro' bahwa ada sebagian penulis kontemporer yang menyangka Imam Malik bukan ahli hadits dan muatho' bukanlah kitab hadits.yang berpendapat seperti ini adalah ustadz Ali Hasan Abdul Qodir dan ia menguatkan pendapat ini dalam kitabnya yang berjudul "nazhrotun ammatun fi tarikh al-fiqh al-islamy".

Disini penulis akan menampilkan sebagian dari tulisan Ali Hasan sesuai dengan apa yang tertulis di al-hadits wal muhaditsun.

Kemudian lanjut abu zahro,dari sini dapat kita ketahui bahwa Ali Hasan tidak memasukkan muatho' dalam katagori kitab-kitab hadits dan ia juga tidak menganggap Imam Malik termasuk imam dalam hadits.

dari disini ada dua hal yang perlu kita perhatikan,

1. Menolak anggapan bahwa muath'o bukan kitab hadits melainkan kitab fiqh.

2. Menolak anggapan yang mengatakan Imam Malik bukanahli hadits.

1. Menolak anggapan bahwa muatho' bukan kitab hadits.

Sebagaimana ditulis Abu Zahro bahwa dasar yang dijadikan Ali Hasan berpendapat demikian adalah dua hal dan bisa kita baca langsung dituliasannya diatas:

a.tidak adanya tujuan dari Imam Malik menyusun kitab hadits yang shohih

Imam Abu Zahro berkata "kita menerima bahwa tujuan Imam Malik menyusun muatho' adalah untuk bernazhor(ber'itibar,berikpikir,membading-bandingkan) pada hukum-hukum fiqh,nah apakah tidak boleh ada tujuan lain disamping tujuan itu yaitu mengumpulkan sekelompok hadits shohih sehingga menjadi kitab yang mencakup hadits dan juga fiqh.dan dengan itu ia menjadi rujukan para ulama dari berbagai disiplin ilmu keislaman baik fiqh maupun hadits.bahkan menurut Abu Zahro inilah kenyatannya menurut sejarah

sejarah mencatat bahwa berapa banyak ulama yang berasal dari latar belakang keahlian yang berbeda datang ke Imam Malik meriwayatkan langsung hadits yang terdapat dalam muatho',diantara mereka bukan hanya ahli fiqh tapi banyak juga ahli hadits.

Jadi perhatian ahli hadits terhadap muatho' sangat besar bukan hanya setelah zaman Malik,namun pada zaman Malik sendiri ini telah terbukti,seperti perhatian Abdurrahman bin Mahdi terhadap muatho',Abdurrozak bin Himam,Yahya bin Sa'id al-Qotthon dan lain-lain.

Kenyaan ini semua menunjukkan bahwa muatho' lebih kearah hadits dari pada ke fiqh.dan berhak disebut kitab hadits.

b.Bentuk dan tartib muatho' yang berdasarkan urutan bab dalam fiqh.

Mengenai tertib muatho' yang mengikuti tertib bab fiqh dan juga adanya hadits mauquf,fatwa tabi'in dan tafsir serta penjelasan dari Malik dalam muatho',sebenarnya sama sekali tidak membenarkan pendapat Ali Hasan bahwa muatho' adalah kitab fiqh bukan kitab hadits.kita bisa lihat shohih Bukhori yang disepakati sebagai kitab hadits,shohih Bukhori juga sebenarnya menggunakan methode yang sama dengan muatho'.Imam Bukhori mengurut haditsnya berdasarkan bab fiqh.

Selain itu Imam Bukhori juga mencantumkan hadits mauquf' di dalam shohihnya,menyebutkan ayat-ayat qur'an,dan juga ada beberapa ijtihad dan pendapat yang diamini oleh Bukhori yang digunakan untuk istidlal(ngambil dalil)dalam kitabnya ini.Namun tidak pernah ada orang yang mengatakan shohih Bukhori adalah kitab fiqh dan lebih dekat ke fiqh ketimbang ke hadits.Jadi methode campuran antaran hadits dan fatwa tabi'in serta tafsir lughowy dan juga keterangan maksud yang dicantumkan Imam Malik dimuatho'ini, tidak hanya dimonopoli oleh imam Malik tetapi ini merupakan methode ahli-ahli hadits yang lain pada zamannya,semisal Syu'bah bin Hajjaj,Sufyan bin Uyainah, Abdurrozak ,Laits bin Sa'ad dan lain-lain.

2. Menolak tuduhan bahwa Imam Malik bukan ahli hadits.

Sebenarnya pendapat ini didasari oleh penemuannya bahwa Imam Malik pernah berijtihad dalam sebagian masalah tanpa dikuatkan oleh nash-nash dari hadits,atau bisa jadi pendapat ini dilandasi pendapatnya tentang muatho' yang mana bukan kitab hadits sebagaimana anggapannya diatas,dan yang ke dua ini sudah dibahas diatas.

Adapun tentang adanya ijtihad dari Imam Malik dalam sebagian masalah tanpa diperkuat dengan hadits,ini tidak semerta-merta mencopot ia dari deretan ulama hadits.Sebagai mana umum diketahui bahwa Imam Malik telah mencapai derajat mujtahid muthlaq(lintas madzab)yang mampu berijtihad dalam segala macam pemaslahan.Ijtihad-ijtihad seperti ini bukan hanya dilakukan oleh Imam Malik,bahkan Imam Auza'I dan Sufyan At-Tsauri juga melakukannya.tapi keduanya tetap dikenal ahli hadits.

Lebih dari itu, Imam Bukhori juga mencapai derajat mujtahid muthlaq ia juga punya ijtihad-ijtihad yang berbeda dengan ahli fiqh lainnya.

Ulama seangkatan imam Malik menyebutkan bahwa imam malik meriwayatkan 100 ribu hadits,ia juga pengkritik rijal hadits,pencari dan pembahas sanad.bahkan imam Bukhori sendiri apabila mendapatkan hadits dari imam Malik ia tidak pindah darinya[30].Ini semua jelas menunjukakkan beliau seorang ahli hadits. Kalau tidak, mana mungkin orang seperti imam Bukhori begitu mempethatikan haditsnya….!!!

IV. Penutup

Dari keselutruhan uraian diatas,ada beberapa hal yang menurut penulis perlu dikuatkan dan disemayamkan serta dikekalkan dalam benak kita masing-masing,mengingat Muatho' merupakan kitab yang bisa dikatakan sebagai pelopor bagi ulama berikutnya menyusun karangan dengan methode tartib bab fiqh seperti halnya muatho' disamping itu memandang Imam Malik adalah salah satu dari ulama besar islam,yang mencapai tingkatan tertinggi dalam ilmu fiqh dan juga hadits.

Dari sini perlu kita perhatikan bahwa:

Ø Imam Malik disamping seorang imam mazdhab,juga imam dalam hadits,bahkan mencapai derajat tertinggi yang sangat sedikit sekali ulama meraihnya yaitu Amirul Mukminin fil Hadits.

Ø Muatho' berhak disebut kitab hadits,bahkan lebih dari itu,muatho' adalah kitab hadits shohih yang pertama dalam sejarah umat islam.Begitu juga,muatho' adalah kitab hadits pertama yang menetibkan haditsnya berdasarkan bab dalam fiqh

Ø Hadits-hadits yang terdapat dalam muatho' adalah hadits yang bisa menjadi hujjah karena merupakan hadits-hadits yang shohih yang telah disaksikan oleh para ulama baik dizamannya maupun zaman setelahnya.

Poin-poin inilah yang perlu kita perhatikan secara seksama dengan tidak menafikan poin yang lain yang tidak disebutkan dibagian ini,karena umumnya mahalunniza'(lahan perdebatan)terhadap suatu kitab hadits secara keseluruhan berkisar pada kualitas hadits yang ada dalam kitab tersebut.

Diakhir makalah ini,penulis berharap tulisan yang kecil dan banyak sekali kekurangannya ini bisa bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun yang lainnya.dan mudahan Allah memberi taufiq dalam usaha kita mempelajari ilmu agama ini.

WALLAHU A'LAM BISSHOWAB

Daftar Bacaan

v Al-qu'an Al- karim

v Shohih Bukhori,cetakan mushthofa halaby

v Syarhuz Zarqoni Alaa Muatho' Al-Imam Malik,karya Muhammad bin Abdul Baqi bin Yusuf Az-Zarqoni.

v Al-Muhayya' fi kasyfi Asroril Muatho' biriwayati Muhammad bin Hasan As-Syaibany,karangan Utsman bin Sa'id Al- Kumakhy

v Al-Wajiz fi Ulumil hadits,Prof.Dr.Khusyu'I Khsyu'I Muhammad Khusyu'i(muqorror tk I)

v Dirosat fi manahijil muhaditsin,Dr.Muhammad Ali Farhat(muqorror tk IV)

v Muatho' riwayat Yahya bin Yahya Al-Latsi,tahqiq Dr.Bassar bin 'Awwad Ma'ruf.darul ghorb al-islamy.

v Muatho' riwayat Abi musha'b Az-Zuhry,tahqiq Dr.Bassar Awwad Ma'ruf dan Mahmud Muhammad Kholil terbitan Muassasah risalah.

v Al-Hadits Wal Muhadistun,SYekh Abu Zahro

v Manhaj Dzawin Nazhorfi Syarhi Manzhumati ilmi l Atsar,Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah A-Tirmasy.

v Maushu'ah Ulumil Hadits As-Syarif,terbitan majils a'la mesir.



[1] dirosah fi manahijl muhaditsin,Dr Muhammad Ali farhat,hal:25

[2] .Mausu'ah ulumil hadits,terbitan majlis al'a,hal:266

[3] Dirosah fi manahijil muhadistin,hal:49

[4] Manhaj zdawin nazdor fi syarhi manzdumati ilmil atsar,syekh muhammad mahfudz bin Abdullah at tirmasy 8-9

[5] As-sunnah wamakanatuha fitasyri' hal:95

[6] .al-hadits wal muhaditsun,imam abu zahro'hal:245-246,

[7] Syarhuz zarqoni ala muatho' imam malik,Muhammad bin abdul baqi bin yusuf az-zarqoni al-mishry al-azhary,hal:15,darul hadits qairo

[8] Dirosat fi mahijil muhaditsin, Dr.muhammad Ali Farhat,hal:24

[9] .mausu'ah ulumil hadits as-syarif,terbitan majlis a'la,hal:856

[10] Syarhuz zarqoni ala muatho' imam Malik,Muhammad bin Abdul baqi bin yusuf az-zarqoni al-mishri al azhary,hal:15,darul hadits cairo

[11] Ibid,hal:14-15

[12] Al-hadits wal muhadistun, imam abu zahro:hal249

[13] Mausu'ah ulumil hadits as-syarif,terbitan majlis a'la hal:860

[14] Al-hadits wal muhadistun Hal:250

[15] Dirosah fi manahijil muhadistin,hal:36-37

[16] .al-hadits walmuahdistun,hal:250 dan mausu'ah ulumil hadits as-syarif hal:860

[17] Al-hadits walmuhadistun hal:252

[18] Dirosah fi manahij muhadistin hal:35

[19] .ini bentuk urutan bab hadits dalam muatho' yang terdapat disyarah zarqoni

[20] Semua sub ini dari al-hadits wal muhadistun hal:247-248 dan dari maushu'ah ulumil hadits as-syarif hal:857

[21] .maushu'ah ulumil hadits hal:857

[22] Ibid hal:sama

[23] Semua ini dipahami dari maushuah ulumil hadits hal:85-86

[24] Dikeluarkan oleh imam muslim,kitab ilmi bab man sanna sunnatan…,shohih muslim syarah imam namawi

[25] Maushu'ah ulumil hadits,hal:161

[26] Semua ini dari maushu'ah ulumil hadits ha:161-163 dan al-wajiz fi ulumil hadits karangan prof ,Dr,khusyu'I khusyu'I Muhammad khusyu'I hal:13+-

[27] Maushu'ah ulumil hadits,hal:859

[28] Syarhuz zarqoni alal muatho' imam malik,hal:14

[29] Ibid hal:18

[30] Sema sub ini besumber dari al-hadits wal muhadistun hal:253-257

read more...